Khotbah Reflektif Ulangan 24:6-22 : Teologi Sosial

Musa adalah tokoh besar bahkan Nabi bagi tiga agama samawi : Yahudi, Kristen, dan Islam. Tidak mendadak ia menjadi pemimpin umat Israel sejak keluar dari Mesir – tanah perbudakan yang mereka tinggali selama 430 tahun (Kel.12:40) –  hingga menjelang masuknya mereka ke tanah Kanaan, tanah perjanjian ; ironisnya Musa sendiri tidak diperkenankan Allah memasukinya karena pelanggaran yang Musa lakukan di Masa dan Meriba (Kel.17:1-7), dan dengan ini kita berjumpa dengan Tuhan, Allah Israel, yang meskipun telah memilih Musa menjadi pemimpin atas Israel, namun tetap tegas dalam keputusan-Nya terkait pelanggaran Musa. Disinipun kita melihat betapa Musa tidak kecewa, sedih, marah atau protes. Dia terima keputusan Allah dengan hati tegar.

Musa disiapkan Tuhan lewat 3 tahap, pertama, ketika dia bayi dan harus dihanyutkan untuk menghindari pembunuhan. Putri Firaun menemukannya dan Miryam, kakak Musa menawarkan inang pengasuh yang tidak lain adalah ibu kandung Musa sendiri. Maka dari bayi hingga  remaja Musa belajar tentang keibranian (band. Kel.2:1-9). Kedua, saat di istana Firaun ia belajar mengenai kepemimpinan (band. Kel.2:10), dan ketiga, Musa belajar bagaimana hidup di padang gurun (band. Kel.2:15b dan ayat 21).

Dari ketiga tahap pendidikan ini  Musa beroleh pengetahuan mengenai keibranian, kepemimpinan, dan kegurunpasiran, tiga hal yang akan menjadi bekal bagi dia untuk memimpin orang-orang Ibrani/Israel keluar dari Mesir melintasi padang gurun menuju Kanaan. Melalui ini kita menyaksikan betapa sempurnanya Tuhan dalam tindakan-Nya.

Adapun Kitab Ulangan berisi segala sesuatu yang sudah disampaikan Musa sebelumnya kepada bangsa Israel, ketika mereka masih jauh dari Kanaan. Mengapa diulanginya dalam kitab ini? Sebab semua perintah yang Musa terima dari Allah untuk dijalankan bangsa itu merupakan perintah yang sangat penting, karena itu tidak boleh diabaikan.

Musa mengawali penyampaian  aturan hidup bagi Israel dengan seruan “shema yisrael YHWH eloheinu YHWH echad” (“dengarlah hai kaum Israel TUHAN itu Allah kita TUHAN itu esa”) (Ul.6:4). Kata yang digunakan untuk TUHAN adalah tetragrammaton YHWH, Dia yang tidak boleh disebutkan nama-Nya dengan sembarangan karena kemahasuciannya. Dia yang dipahami Rudolph Otto sebagai Mysterium Tremendum et Fascinosum (misteri yang menggentarkan dan mempesona) karena perbuatan-perbuatan-Nya yang tidak terjangkau akal manusia.

Di dalam seruan ini sekaligus Musa menyatakan bahwa dia dan kaum Israel menganut paham monoteisme dalam hidup religiusitas mereka (YHWH echad).

Selanjutnya karena “YHWH eloheinu” (TUHAN itu Allah kita) maka hendaklah mereka selaku umat-Nya melakukan kehendak-Nya yang dalam hal ini disampaikan oleh Musa (Ul.24:6-22).

Pada bagian ini Musa menghadirkan Teologi Sosial (ayat 6-15 tentang bagaimana kehidupan itu harus berjalan, 16-18 tentang keadilan, dan 19-22 tentang perbuatan baik). Teologi sosial itu sendiri adalah juga Theologia in Loco et Tempus (teologi dalam ruang dan waktu), Teologi Kontekstual, yang selalu memberi jawaban di suatu waktu dan tempat sosial, dan karena berdimensi sosial yang senantiasa berubah maka iapun merupakan Teologi Menjadi. Tapi yang tak kalah penting, dia adalah Teologi Akar Rumput, teologi yang “berpihak” pada masyarakat akar rumput, yang sering termarjinalkan.

Aturan Musa yang sarat Teologi Sosial  ini disamping aturan lain dalam kitab-kitab Torah (Kejadian sampai Ulangan) hingga kini diajarkan di kalangan bangsa Israel melalui Beth ha Sefer dimana anak-anak diwajibkan membaca dan membaca Torah, Beth ha Midrash dimana mereka diajar hingga  memahami Torah, dan Bar Mitsvah saat mereka harus mampu sekaligus membaca, memahami dan mengejawantahkan Torah dalam hidup sosial mereka.

Secara kontekstualitatif Teologi Sosial itupun sudah, sedang dan akan diajarkan IAKN kepada para mahasiswanya yang datang dari pelbagai penjuru Republik ini.

Sedemikian rupa mereka dikondisikan secara teologis-edukatif agar siap melangkah di jalan-jalan intelektual : via contemplativa, saat mereka sanggup mengadakan perenungan akan kedirian mereka yang terpanggil untuk dipersiapkan menjadi pelayan Tuhan, via purgativa, tatkala mereka dimurnikan bagi tugas mulia tersebut, dan pada gilirannya via iluminativa, ketika mereka beroleh pencerahan dan tahu persis apa yang mesti diperbuat di ranah sosial.

Nampak berat, namun kita, IAKN Manado telah, sedang, dan akan melakukannya dengan keyakinan iman : bagi Allah tidak ada yang mustahil, karena itu bagi orang yang percaya juga tidak ada yang mustahil. Amin

Penulis: Pdt. Anthonino Sangkaeng, S.Th., M.Hum., MM
Editor: DOP
Sumber Foto: MM
Sumber: MBC IAKN Manado

Categories: Berita IAKN